Wednesday, December 13, 2006

Mata Keranjang


Ada pepatah yang pernah berpetuah padaku,'' Dari mata turun ke hati". Dulu, semasa masih bingung cari yang namanya cewe,......mungkin hanya itu sebagai pedoman ya.
Apa karena aku hanya terpaku pada peri bahasa Melayu itu ya,...???
Hingga semua aku pikir hanya dari pandangan yang semuanya itu hanya semu semata dan cepat berlalu. Aku lupa bahwa aku ini orang Jawa.
Dalam falsafah Jawa pun telah di wariskan selama turun-temurun. Bibit, bebet lan bobot.
Semua itu dapat kita pahami sebagai : Jalur keturunan, Nilai seseorang dari kepribadian dan yang terakhir adalah nilai fisik seseorang.
Bila kita bandingkan dengan falsafah Melayu di atas, tentu akan sangat beda sekali bila di terapkan dalam lingkup kejawen.
Bila aku sampaikan pandangan Melayu tadi kepada orang-orang tua mereka akan sangat menentang pegangan hidup kaum muda Melayu tadi.
Bukankah apa yang kita lihat tak kan selamanya sama seperti apa yang sebelumnya..???
Bila kita mencintai seseorang dari mata, semuanya akan begitu cepat berlalu, bukankah mata sumber dari maksiat???
Berarti kita mencintai apa yang kita lihat atas dasar nafsu belaka. Bukankah semua dapat kita rasa lebih indah bila sesuatu dapat kita rasa indah dengan hati

Langkah Kakipun Kadang Terhenti


Ketika kita tuk berhenti berfikir di dunia ini. Ibarat kita berhenti melangkah dalam menggapai mimpi-mimpi kita selama ini. Dan yang terbayang hanyalah impian itu sendiri. Dan mungkin masih bergunakah hal yang telah kita capai berlalu begitu saja. Ibarat kokok ayam jantan di pagi hari dan sinar mentari saat fajar menyingsing merenggut semua mimpi-mimpi itu semua.
Tapi selama ini aku masih tetap berharap pada 'atap ilalang gubug' tempat tinggalku, untuk menutup gendang telingaku dan menggelapkan mataku agar aku tetap dapat melanjutkan mimpi malamku.

Saat ini aku sedang ragu, masih jelas terpampang mimpiku dalam pelupuk mataku. Mimpi yang pagi tadi t'lah direnggut tabir kabut.

Aku Adalah Orang 'Jawa'


Kerapkali aku bertemu dengan orang kulit putih, yang sekali-kali bukan bodoh, malahan bangsawan pikiran, tetapi angkuhnya bukan main, tiada tertahan.
Hal itu menyakitiku bukan main, dan terlalu banyak orang merasakan kepada kami, bahwa kami orang Jawa sebenarnya bukanlah manusia.
Betapakah orang Belanda hendak kami, - orang Jawa - kasih sayangi, apabila kami diperlakukannya secara demikian.